This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 16 Desember 2011

Aku dibunuh waktu

Aku dibunuh waktu yang mengeliat tanpa kusadari
Aku menemukan diriku terdiam meratapi setiap detik yang terbuang
Berapa rupiah yang kukeluarkan bahkan tak bisa membuatnya berpaling
Raungan kerasku pun tak bisa membuatnya lebih lambat

Tersungkur aku kini
Merasakan pedangnya yang menusuk-nusuk
Berlomba dengan jantungku yang berdetak semakin cepat.

Hampir mati.


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Rabu, 07 Desember 2011

A Journey Part 3

Petualangan saya di ibu kota berlanjut ketika teman saya, Wildan, mengajak saya keliling Jakarta. Kami membuat janji di suatu tempat yang masih asing buat saja. Setelah 2 kali naik angkot dari rumah saudara tempat saya bermalam, dan melewati insiden kesasar, akhirnya saya berhasil juga sampai di tempat dan bertemu beliau.

Saya diajaknya ke Kota Tua. Setelah berdesak-desakkan menumpang KRL menuju stasiun Kota, sampailah kami di tempat yang di maksud. Di kota tua terdapat beberapa musium yang sangat menarik. Musium Sejarah Fatahillah, Musium Wayang, Musium Bank Indonesia dan Musium Bank Mandiri.

Di Musium Sejarah ini, banyak sekali patung-patung, foto ataupun peninggalan-peninggalan sejarah yang lain, seperti guci keramik dari dinasti "anu" dan tempat tidurnya jendral "anu" (maaf gak inget, short memory term :p)

Saya sempat terpikir, andaikan murid saya bisa saya ajak kasini, wah, pasti mereka akan senang sekali. Tapi saya bertekad akan mengajak mereka suatu saat nanti, biar mereka tau seperti apa musium itu (berani bertaruh, banyak atau mungkin semua dari murid saya belum pernah menginjakkan kaki di musium)

Musium Fatahillah ini bagi saya masih perlu di kemas lagi. Menurut teman saya sih memang bangunannya bekas kantor/rumah orang penting jaman dulu (saya lupa namanya), jadi ya memang tidak dibangun khusus untuk dijadikan musium. Saya sempat bingung karena ruangannya tidak memudahkan pengunjung untuk melihat secara runtut. Kalo tidak ada wildan, pasti saya sudah teriak-teriak minta tolong karena tidak menemukan jalan keluar (ahay, lebay lagi). Oh ya, karcis masuknya murah, cuma 1000 rupiah untuk mahasiswa dengan menunjukkan KTM. Istilah wildan, "inilah kesaktian menjadi mahasiswa", hahaha

Beranjak dari Musium Fatahillah, saya menuju ke Musium Wayang. Letaknya tidak terlalu jauh dari musium pertama, masih satu komplek. Di musium wayang, kekuatan KTM masih berlaku. 1000 pun sudah bisa masuk, :D.

Bangunan di musium wayang lebih modern dari musium fatahillah. Keren banget dah pokoknya. Banyak sekali wayang yang dipertontonkan disana. Mulai dari arjuna, unyil-usro sampai wayang-wayang dari belahan bumi lain. Kereeeeeen...! Tempatnya juga asyik, ada jalurnya. Jadi kita bisa melihat topeng/wayang satu-satu tanpa takut kesasar. Hehe

Musium ketiga yang kami kunjungi adalah Musium Bank Indonesia. Disini kekuatan KTM Wildan tidak berlaku, karena memang tidak berbayar alias gratiss..tis..tissss..!!

Musium ketiga sungguh sangat luaaaarrr biasa. Layar LCD memenuhi beberapa sudut ruangan. Ada efek audio dan visual. Patung-patung yang menggambarkan sejarah uang dari awalpun disuguhkan. Aaah, susah mendeskripsikannya. Pokoknya kereeeen banget daaaah (tuh kan, saya ketahuan udiknya :p). Masuk di Musium Bank Indonesia ini isinya uang doank, makanya saya segeeeer banget berada disana... Hehehe

Wah, sebetulnya saya tidak menyangka bahwa masuk musium pun bisa menjadi sebuah wisata yang menarik. Mengetahui bahwa semua halpun dimulai dari sesuatu yang sederhana. Tapi dari kesederhanaan itulah muncul ide-ide yang memodernisasikan kehidupan manusia sehingga lebih mudah.

Kadang banyak orang melupakan sebuah proses. Mereka hanya mau tau hasilnya. Padahal menurut saya, hasil tidaklah penting, proses yang lebih penting. Seperti kemerdekaan Indonesia yang melewati banyak pristiwa, seperti wayang yang memiliki jalan cerita masing-masing, ataupun kekuatan uang ygn memiliki nilai pasang dan surut, saya tidak akan kalah. Saya tidak akan berhenti berproses. Kali ini saya mohon ijin untuk meminjam istilah saudara Vanster yang mengomentari posting saya sebelumnya, "METAMORFOSA"

:)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Selasa, 06 Desember 2011

Inilah aku...

Jangan kau tanyakan angin yang semilir akan kekuatan rasaku padamu.

Karena hanya badai, yang bisa menjadi perumpamaan yang pasti.

Jangan tanyakan sungai yang tenang tentang seberapa rinduku padamu.

Karena hanya air terjun yang memahami derasnya asa ku.

Jangan kau coba dalami perasaanku dengan menyelam di danau yang kering.

Karena dalamnya perasaanku hanya dapat diwakili oleh dalamnya palung-palung di lautan.

Jangan coba mempertanyakan kesetiaanku pada matahari yang menggantikan bulan.

Tanyakanlah pada embun pagi yang setia pada kehijauan rumput yang segar.

Itulah aku.
Dengan hebatnya rasa untukmu.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

A Journey Part 2

Berbeda dengan tulisan sebelumnya, tulisan kali ini saya ingin lebih spesifik bercerita tentang pengalaman saya sewaktu mengahadiri #Studentpreneur di Universitas Indonesia. Semoga membawa manfaat.. :)

Pertama kali saya menginjakkan kaki di UI, saya pikir saya sudah sangat telat. Maklum, acara diinformasikan dimulai pada pukul 08.00 pagi, sedangkan saya pukul 06.00 baru tiba di stasiun Senen. Agak terburu-buru saya mandi dan membersihkan diri di toilet stasiun, lalu menunggu bis patas yang akan membawa saya ke tempat acara di Depok.

Saya menunggu bis hampir 1 jam, tapi tetap tak terlihat moncongnya. Menurut seorang ibu yang berjualan didekat halte, bis yang akan saya tumpangi memang tergolong langka. Ya.. Mau gimana lagi. Saya merasa tidak mempunyai pilihan.

Akibat kelalaian saya yang meninggalkan halte dan mengisi kedua hp saya yang mati total akibat perjalanan 12 jam kereta, saya ketinggalan bis pertama yang lewat. Rasanya sudah benar-benar ingin menangis. Waktu sudah menunjukkan pukul 7.30, setengah jam lagi acara akan segera dimulai. Saya mulai frustasi.

Lalu ada bapak-bapak ojek yang menawarkan untuk mengendarai motornya hingga di tempat acara. Eeeits, tidak gratis. Saya harus membayar 2x lipat dari harga kereta ekonomi yang tertera di tiket surabaya-jakarta. Awalnya sih saya menolak, tapi dengan banyak pertimbangan dan tawar-menawar harga yang alot, saya pun bersedia menggunakan jasa beliau.

Sampai di UI membutuhkan waktu sekitar 30-45 menitan. Lumayan jauh juga sih. Pantas bapak ojek tadi tidak mengabulkan penawaran pertama saya. Hehehe.

Sampai di tempat acara Balai Sidang-UI, saya merasa sedikit kecewa. Acara belum dimulai, dan pesertanya tidak sebanyak yang saya kira, mungkin hanya sekitar 100 orang. Itupun didominasi oleh mahasiswa UI jurusan Ekonomi (sesuailah dengan judul seminarnya, entrepreneurship). Sempat terbesit, mungkin saya satu-satunya orang dari jurusan pendidikan yang "mbelan-mbelani" datang kesini dari jauh. Hehehe

Saya, yang orang udik dan awam, merasa cukup salut juga dengan panitia acara yang mengemas acara dengan cukup baik. Saya membandingkan dengan acara-acara serupa yang pernah saya ikuti didaerah saya, acara ini sedikit selangkah lebih maju lah.

Di acara ini, saya bertemu dengan orang-orang hebat yang biografinya hanya bisa saya lihat di TV atau majalah usaha. Serasa bertemu dengan artis idola, badan saya rasanya menggigil karena tak cukup kuat membendung semangat saya yang berkobar.

Yang saya pelajari dari mereka, bahwa kegagalan lah yang membawa mereka ke puncak seperti sekarang. Semakin banyak kegagalan yang mereka buat, semakin sukses usaha mereka. Syaratnya cuma satu, berdamai dengan kegagalan dan terus maju. Rasa-rasanya kata-kata seperti itu pernah saya baca dibeberapa buku motivasi saya di rumah, tapi mendengar langsung dari yang mengalami sungguh sangat memberikan kesan yang berbeda.

Saya beruntung disana saya duduk bersebelahan dengan seorang mahasiswa UI jurusan ekonomi yang bernama "Klik". Beliau ini sangat hebat juga menurut saya. Di usia yang sangat muda sudah berhasil mengembangkan sebuah Lembaga Bimbingan Belajar bersama seorang kawannya. Banyak sekali yang bisa saya pelajari dari beliau. Mulai dari cara membuat dan mengupgrade sistem, sampai cara meningkatkan kualitas karyawan. Pinjam istilah Mario Teguh, beliau ini super sekali. :D

Bertemu dengan orang baru dengan latar belakang berbeda tapi memiliki minat yang sama benar-benar mengasyikkan. Ketika sesi tanya jawab dimulai, saya tak bergeming. Duduk manis di kursi empuk saya. Agak gak PD juga mau ngomong dan sebenarnya saya juga tidak punya pertanyaan berarti untuk para Pembicara yang hebat-hebat itu. Dari beberapa suara yang masuk, saya mulai bisa mengenali karakter-karakter peserta seminar lain. Ada yang memang tertarik dengan dunia usaha dan memiliki usaha yang berkembang, yang baru coba-coba, sampai yang baru berniat saja. Tapi semuanya mau belajar dan bertumbuh. Waaah, senangnya berada di komunitas mereka... :D

Acara ditutup pada pukul 16.00. Badan saya mulai tidak bisa diajak kompromi. Dengan tas ransel super berat dan tas kecil yang tak kalah berat juga, badan saya rasanya limbung ke kiri dan kekanan (lebay dikit aaah.. :p). Tapi rasanya kecapekan badan saya harus mau mengalah dengan semangat saya yang masih berkobar.

Saya membuat janji dengan seorang teman lama saya di kampung Inggris Pare. Kebetulan beliau adalah mahasiswa semester akhir di UI. Wah, senang sekali bertemu dengan beliau ini. Kami sudah 4th'an tidak bertatap muka. Bertemu pun secara tidak sengaja di akun twitter. Hehe

Wildan, nama teman saya ini, juga tidak kalah luar biasanya. Saya di bawa jalan-jalan keliling kampusnya sambil kita berbincang kecil tentang kegiatan masing-masing. Beliau ini adalah aktivis yang sangat hebat. Bukan hanya dibidang pendidikan, tapi juga kemanusiaan. Terbukti beliau menggagas dan aktif di peningkatan pendidikan dan kesejahteraan bagi masyarakat di perbatasan agar tetap menjunjung tinggi NKRI. Wah, kalo saya yang cerita kok masih terkesan biasa saja yah? Mungkin keterbatasan saya dalam menulis. Tapi percaya deh, saya bisa melihat sosok luar biasa dari kesederhanaannya (dia pasti keberatan nih saya elu-elukan, hehe).

Beliau ini juga menjelaskan bahwa seminar yang saya ikuti sudah menjamur di kampusnya. Hal itu menjawab pertanyaan saya semula yang kecewa karena peserta yang tidak seperti saya bayangkan. Hmmm, rasanya saya benar-benar iri dengan dia. Arus informasi cepat dan berani berbuat pasti beberapa hal yang mempengaruhi pola berpikir seseorang hingga cepat berkembang. Aaaargh.. Tapi saya berjanji akan mengejar ketertinggalan saya.. :p

Hari pertama di jakarta benar-benar merubah pola pikir saya akan sesuatu. Entah itu dalam bidang entrepreneurship, atapun bidang pengembangan diri yang saya pelajari dari teman-teman saya yang hebat ini.

Saya benar-benar merasa beruntung. Tragedi ketinggalan bis hingga naik ojekpun rasa-rasanya tidak ada apa-apanya dibanding pengalaman baru saya di hari pertama menginjakkan kaki di ibu kota. :)

Sudahkah anda bertemu orang hebat hari ini? Orang yang membawa inspirasi bagi anda? Bila anda merasa belum menemukan, mungkin anda berada di komunitas yang salah. Tapi orang tersebut pasti ada dan akan anda temukan bila anda serius mencarinya. :)

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Senin, 05 Desember 2011

A Journey Part 1

Rasa-rasanya kok tidak pantas bagi saya untuk tidak mengulik setidaknya sedikit pengalaman saya di jakarta kemarin. Yah, setidaknya untuk diri sendirilah, agar tidak lewat begitu saja.. Hehehe (sebelum ada yg protes, kalo ga penting banget :p)

Alasan pertama saya berangkat ke jakarta adalah untuk menghadiri National Seminar di Universitas Indonesia. Seminar apa?
Seminar Entrepreneurship.

Banyak sih yang mempertanyakan, kenapa sih seminar entrepreneurship aja harus jauh-jauh ke jakarta? Bukannya di Surabaya atau Malang juga banyak? Lalu kenapa bukan seminar pendidikan yang sesuai dengan profesi yang di ambil?

Saya bingung juga sih mendapat banyak tanda tanya seperti itu. Tapi bagaimana ya.. Perjalanan saya ke jakarta, menurut saja, tidak hanya berfokus pada seminarnya saja. Saya lebih fokus pada sebuah journey, perjalanannya, pengalamannya. Sebuah perjalanan keluar dari kotak nyaman yang saya sebut Pasuruan, menuju ke belantara lain yang saya sebut Jakarta.

Perjalanan saya kesana, sesuai dugaan saya, penuh dengan hujan keringat dan air mata (biar kesannya dramatis :D). Mulai dari kehabisan tiket, ketinggalan bis, sampai harus kesasar berulang kali. Kalau boleh saya meminjam istilah TV7, saya benar-benar mbolang disana.

Berpindah kuadran dari sisi nyaman menuju sisi yang penuh ketidakpastian bukanlah sesuatu yang gampang. Ada kalanya saya mengumpat sendiri, menyesali keberangkatan saya. Membayangkan saya sedang tidur nyenyak dirumah, membaca buku favorit sambil leyeh-leyeh dikamar saya yang nyaman. Aaah.. Tapi entah kenapa juga, akhirnya saya terus menerus berterimakasih kepada diri sendiri yang pada akhirnya memberi kesempatan untuk beranjak dari zona nyaman tersebut.

Ketika sampai dirumah dan orang sekitar menanyakan, apa yang saya dapat di ibu kota, saya hanya bisa tersenyum dan berkata,

"Banyak hal yang tak bisa ku dapat disini".

Pengalaman sudah jangan di tanya lagi. Saya bertemu dengan berbagai macam orang dengan berbagai macam karakter yang luar biasa. Mulai dari pengusaha terkenal macam Elang Gumilang, pemuda beromset milyaran; Anis Baswedan, rektor Univ. Paramadina sekaligus penggagas yayasan Indonesia Mengajar; kawan-kawan lama saya yang super hebat, sampai supir angkot dan bis pun menorehkan pengalaman tersendiri bagi saya. Saya sungguh belajar banyak dari mereka semua.

Di tulisan kali ini, saya menyoroti tentang betapa suatu komunitas baru bisa merubah mindset kita tentang suatu hal yang kita pikir sudah benar adanya. Banyak hal baru yang saya dapatkan di ibu kota yang tidak akan pernah saya dapatkan di kota kelahiran saya. Bukan bermaksud menyepelekan Pasuruan dan meninggikan Jakarta, tapi benar, keluar dari tempurung akan membuka pikiran baru bagi kita.

Saya mungkin termasuk orang udik yang begitu bangga sampai di jakarta seorang diri hanya dengan bermodal nekat.
Tapi, itulah saya.. Dan saya bangga dengan itu kok.. Hehehe...

Sudah kah anda keluar sejenak dari tempurung anda? Kalau belum, saya sarankan segera. Anda tidak akan menyesal. :)

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Minggu, 04 Desember 2011

Apa harapanmu?

"Ingin menjadi apa kamu setelah lulus sekolah?"

Pertanyaan tersebut saya ajukan kepada siswa saya yang duduk di kelas 10,11 dan 12 di tempat saya mengajar. Dengan usia yang sudah memasuki dunia remaja, satu tahap lagi dalam mencapai usia matang, seharusnya pertanyaan saya dengan mudahnya mereka jawab. Nyatanya?

95% dari mereka belum menemukan apa cita-cita/impian mereka.

Yang 5%, cita-cita yang mudah sekali ditebak: guru dan perawat.

Sebagai seorang yang percaya akan kekuatan sebuah impian, tentu saya merasa miris dengan keadaan tersebut. Hidup tanpa impian, menurut saya sama halnya dengan hidup tanpa tujuan. Ibarat orang yang melakukan perjalanan tanpa tau kemana akan menuju, bekal apa yg harus dipersiapkan atau bahkan dg apa perjalanan tersebut akan dilalui.

Tidak hanya murid saya, ketika bertemu dengan seorang teman, yang dalam ukuran saya dy telah menemukan apa impiannya (terbukti dia kuliah di salah satu universitas terkenal dengan indeks prestasi melebihi rata-rata), menyatakan bahwa dirinya belum benar-benar yakin akan dibawa kemana arah hidupnya.

Saya termasuk orang yang tidak percaya dengan slogan "hiduplah seperti air yang mengalir, tidak perlu tujuan". Hey, kata siapa air mengalir tidak memiliki tujuan??? Airpun mengalir dari hulu ke hilir, dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Ada tujuan, ada konsep!

Saya pernah membaca sebuah quote,
"Kau bisa bertahan 2minggu tanpa makanan,
Kau bisa bertahan 3hari tanpa minuman,
Kau bisa bertahan 5mnt tanpa oksigen,
Tapi kau tak bisa bertahan 1 detik pun tanpa harapan"

Tanpa impian, tidak akan ada kehidupan.

Selamat merangkai mimpi, kawan... :)


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Malasssiaaaa

Pernah ga merasa begitu malas melakukan apa-apa? Rasanya ingin seharian di kamar, tidur, atau melakukan hal tidak produktif lainnya?

Nah, itulah saya sekarang! :p

Leyeh-leyeh ga jelas, baca buku 5 menit, langsung bosan. Membersihkan kamar, malasnya minta ampun. Badan dan niat rasanya tak bisa diajak kompromi. Hufff..

Hmm, apa mungkin ini efek karena saya terlalu hiperaktif ya minggu-minggu ini? Atau mungkin badan saya meminta haknya untuk istirahat sejenak? (Cari-cari pembenaran, :D)

Yah, apapun alasannya, saya terima sajalah kemalasan dan ketidakproduktivan saja hari ini. Dengan harapan, besok saya sudah segar bugar dan semangat yg full untuk kembali merajut mimpi. Ow ow..

Dan setidaknya, saya berhasil juga mengalahkan kemalasan dg menulis di blog ini.. Ahahay...

*maafkan ketidakjelasan saya* -_-"

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Kamis, 01 Desember 2011

K..A..M..U

Kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu, kamu,

Kamu itu satu

Tapi,

Kamu banyak di hatiku

:)

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Rabu, 30 November 2011

Aku, dalam ke-Aku-anku

Aku, seperti dalam jaring yang membawaku kedalam ketinggian luarbiasa.
sedikit rapuh dan goyah, tp tetap memegang teguh hasrat diri untuk tetap bertahan.

Aku, dalam sebuh ujung tombak yang tajamnya dapat membelah rambut menjadi dua, siap mengoyak dengan kesakitan yang tak terkira, tapi mencoba tetap tegar menantang.

Aku, dalam sebuah tepi jurang yang kedalamannya dapat menembus perut bumi hingga porosnya, siap jatuh dan terlempar, tp tetap mencoba bertahan menahan tubuh yang mulai rentan.

Aku, bukannya buta dengan keadaanku, bukannya tuli akan teriakan yg memperingatkanku,

aku hanya bertahan dengan ke-Aku-anku,

Karena aku adalah aku

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Selasa, 29 November 2011

Ragu

Aku melihatmu tak lagi biru
Entah kornea yg salah
Atau aku baru menyadari

:bahwa birumu palsu


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Sabtu, 19 November 2011

Multiple Intelligent, Sekolahnya Manusia

Seminggu yang lalu, saya menginap di kost seorang teman di kota Surabaya. Beliau adalah seorang mahasiswa yang menempuh S2 jurusan Psikologi. Ketika memasuki kamarnya, mata saya berbinar. Beliau memiliki banyak sekali buku yang menurut saya, sangat menarik. Waktu sampai di kostnya untuk beristirahat, waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 dini hari. Maklum, kami baru menghadiri sebuah acara gagasan Cak Nun di Gedung Kebudayaan Cak Durasim.

Meski mata sudah berat, saya tak bisa menyembunyikan hasrat saya untuk mengamati satu-satu buku beliau. Ada satu yang paling menarik dari semua buku yang menurut saya layak dibaca, karangan Munif Chotib, Sekolahnya Manusia. Wow, saya sangat penasaran dengan isi buku tersebut. Sebagai seorang guru, Judul yang terpampang menggelitik saya.

Saya sangat takjub membaca buku ini. Dengan waktu yg terbatas, saya menemukan banyak hal. Ide "Sekolahnya Manusia" dengan menggunakan Multiple Intelligent sangat luar biasa menurut saya. Saat masih duduk dibangku kuliah, saya pernah juga mendapat mata kuliah ini. Bagaimana Multiple Intelligent mempengaruhi cara belajar siswa. Tapi waktu itu rasanya kurang membekas sehingga saya lewati begitu saja.

Buku ini menjawab keraguan saya selama ini dengan kurikulum di Indonesia. Multiple Intelligent adalah sebuah pendekatan yang menghargai setiap perbedaan karakter pada siswa. Bahwa siswapun memiliki caranya sendiri dalam belajar. Tapi yang sering kita lihat, sistem pendidikan kita memaksa siswa untuk mengikuti cara belajar dan berpikir guru. Inilah yang membuat ilmu mereka hanya bertahan sebentar. Sekarang tahu, besok sudah tidak tahu.

Manusia sendiri sangat unik. Tidak ada didunia ini orang yang memiliki karakter yang sama persis, bahkan jika mereka adalah kembar identik. Setiap karakter memiliki cara yang juga berbeda dalam menyerap apa yang disekitarnya, termasuk cara belajar. Ada yang kecenderungan pada musik, linguistik, intrapersonal, interpersonal, audio-visual, dll. Tidak ada satu karakter yang paling bagus, semuanya tepat untuk masing-masing orang.

Ah, saya rasa karena itulah Munif Chatib memberi judul "Sekolahnya Manusia". Karena menurut beliau, banyak sekolah yang beredar saat ini, TIDAK memanusiakan muridnya. Murid hanya sebagai Objek Ajar, bukan Subjek Ajar. Murid harus mengikuti cara belajar guru, bukan guru yang harus mengikuti cara belajar murid. Mungkin anda yang berprofesi sebagai guru tidak setuju dengan pendapat saya. Bagaimana mungkin mengikuti cara belajar murid yg beragam, sedangkan murid dan guru kadang berbanding 40:1. Yah, begitulah! Siapa suruh anda menjadi guru, jika anda tidak mau direpotkan oleh murid anda?

Memang tidak mudah. Saya pun mengalami banyak kesulitan. Karena hal ini memang tidak gampang jika hanya dilakukan sendirian. Perlu campur tangan sekolah. Perlu sebuah management yang apik yang bisa mengkolaborasi semua bagian-bagian yang ada didalamnya. Entah itu guru, murid ataupun kepala sekolah. Semuanya harus mampu bekerja sama untuk menciptakan manusia-manusia baru yang berkembang, berdaya guna. Bukan manusia-manusia berotak robot yang hanya bergerak jika diperintah.

Meskipun rasanya masih mustahil untuk kita menciptakan situasi tersebut disekolah kita, saya tetap optimis atas keberadaan sekolahnya manusia. Sekolah yang peduli terhadap perkembangan murid, sekolah yang meciptakan impian-impian, bukan malah mematikannya. Sekolah yang menghargai setiap usaha muridnya, sekecil apapun. Sekolah yang dinanti muridnya. Sekolah yang memanusiakan manusia.

Perubahan itu, harus kita yang memulai. Tidak hanya berani mengutuk, tapi juga berani berbuat. Kalau Sekolah yang ada tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak mau membuatnya, saya yang akan menciptakannya.

Yeah!!

Sabtu, 12 November 2011

Melihat Lebih Dekat

Saya mulai frustasi dengan sistem pendidikan yang diterapkan pemerintah Indonesia. Benar kata seorang guru senior yang saya ikuti dg akun twitter @gurukreatif. Beliau menyampaikan jika para guru dikumpulkan dan diberi hak suara untuk menyusun kurikulum, pasti hasilnya tidak carut marut seperti ini.

Saat masih berstatus mahasiswa, saya begitu kagum dengan kurikulum Indonesia. Teringat ketika salah seorang dosen saya memberi mata kuliah Crurriculum and Development. Begitu banyak yang harus dikuasai dan dipersiapkan seorang guru. Mulai dari standart isi, KTSP, RPP, prota, promes dan banyak lagi yang lain. Idealisme saya yang sedang tinggi-tingginya menyerap mentah-mentah informasi tersebut. Berpikir dengan mempersiapkan hal-hal diatas saja bisa disebut sebagai guru profesional.

Nyatanya, SAYA SALAH!

Setelah berkecimpung lebih kurang satu tahun mengajar mata pelajaran bahasa Inggris di sebuah Aliyah di kabupaten pasuruan, saya mulai menemukan ketidak cocokan idealisme saya dengan kenyataan di lapangan. Apalah fungsi KD yang mengharuskan siswa menguasai (anggap saja) level 11, jika pada kenyataannya mereka masih berada di level 3. Apa fungsi Prota dan Promes yang harus mencocokkan dengan kurikulum pemerintah jika hanya membuat tidak hanya siswanya yang stress, bahkan juga gurunya?

Hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk berkhianat pada kurikulum. Entah menurut anda saya benar atau salah, tapi yang saya lihat, inilah bagian dari keputus asaan saya menghadapi pemerkosaan pemerintah terhadap generasi bangsa ini. Saya tidak pernah mengajarkan murid saya berlomba-lomba menjadi yang terbaik diantara teman-temannya di pelajaran saya. Mereka hanya harus menjadi yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Saya menegaskan berulang-ulang bahwa saya (dengan sebenar-benarnya) tidak membutuhkan nilai mereka. Yang saya minta hanya mereka berusaha.

Tak jarang saya menemukan murid yg kurang antusias dalam pelajaran saya. Seberapa keras saya berusaha, mereka sepertinya masih sulit dalam menerima. Inilah yang harus diterima para guru di Indonesia. Tidak harus setiap murid pintar disegala jenis mata pelajaran. Kita sendiri sebagai seorang guru, kadang kuat disatu pelajaran dan lemah di yg lainnya. Kenapa kita harus memaksa murid kita melakukan hal yang tidak sanggup kita lakukan?? Ya, kembali lagi, TUNTUTAN KURIKULUM.

Teringat salah seorang murid saya yang bertanya, "Miss, kenapa saya harus belajar Fisika, ketika saya ingin menjadi seorang guru Bahasa Indonesia? Atau "Miss, kenapa saya harus belajar Akuntasi saat saya bercita-cita menjadi seorang, dokter?? Dalam hati saya berpikir, saat sekarang saya menjadi seorang guru bahasa Inggris, ilmu-ilmu eksak seperti gaya newton dalam fisika atau ilmu asam dan basa di kimia, hampir tak saya lihat pengaruhnya dalam hidup saya. Lalu untuk apa? Untuk apa siswa harus belajar 16mata pelajaran dan dituntut untuk menguasai segalanya jika nanti hidup mereka akan mengkrucut ke arah yang mereka suka?

Saya dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki, hanya mampu menjawab. "Inilah bagian proses dalam kehidupan. Kalian akan banyak menjumpai hal2 yang tidak kalian suka dan kalian masih harus melakukannya. Anggap setiap pelajaran yang kalian kurang pahami sebagai tantangan. Esok, ketika kalian benar2 lepas dari bangku sekolah, dan kalian harus berhadapan dengan persoalan yg sama, kalian sudah terbiasa menghadapinya".

Sebagian dari anda mungkin tertawa mendengar jawaban saya. Sungguh sangat klise.

Terus terang saja, saya banyak menutup buku saat saya mengajar, apalagi untuk kelas tahun pertama yang saya ajar. Ketika kurikulum mengharuskan murid saya untuk menguasai Passive Voice, Conditional Sentence, Direct-Indirect Speech dan grammer tingkat tinggi lainnya, saya masih harus berjibaku dengan murid saya yang masih belum tahu apa itu noun, verb, adjective dan part of speech yang lain. Aaargh.. Entah saya harus menyalahkan siapa?dan yang paling sulit, harus memulai dari mana?

Dan akhirnya saya berkejar-kejaran dengan kurikulum. Tapi saya mulai tak peduli. Apalah guna ketuntasan kurikulum jika murid saya tidak bs merubah paradigmanya tentang bidang studi yang saya ajar? Apalah artinya kurikulum jika mereka tidak berproses? Apalah artinya jika mereka tidak berkembang? Karena menurut saya, proses berkembang lebih penting dr proses mendapatkan nilai.

Mungkin para beliau yang mencetak kurikulum begitu terobsesi dengan istilah, "murid adalah kertas yang kosong", sehingga beliau yang terhormat merasa harus menjejalkan semua ilmu kepada generasi bangsa hingga ketas kosong berubah menjadi kertas penuh warna. Ya, begitulah pendidikan tradisional. Sayangnya, murid-murid yang kita hadapi bukanlah selembar kertas. Tapi sebuah jiwa yang mempunyai rasa, asa dan cita-cita yang berbeda. Merubah paradigma mewarnai, dengan memunculkan warna yang sebenarnya, harus bisa kita lakukan. Tugas seorang pendidik bukan lagi hanya mentransfer ilmu, apalagi sesuai dengan hirarki yang dibentuk oleh pemerintah. Pendidik dengan dibantu oleh pemerintah harusnya bisa menjadi fasilitator dan inpirator bagi para penerus bangsa untuk memunculkan apa warna mereka sesungguhnya. Dan generalisasi dan standarisasi pada kurikulum kita saat ini, nyatanya banyak berhasil mencetak genius2 karbitan yang mempunyai nilai sempurna disekolah dan kesulitan mencari kerja.

Saya tahu, tidak semua orang sependapat dengan cara berpikir saya, ataupun cara saya dalam mendidik siswa saya. Sayapun tahu, saya tidak akan merubah apapun jika saya hanya diam dan mengutuk pemerintah atas keputusasaan saya. Untuk itu, saya mengajak para pembaca semua untuk sedikit meluangkan waktu untuk melihat dengan jernih potensi-potensi yg ada pada diri siswa. Hentikan pelabelan yang buruk pada mereka hanya karena ketidakmampuan kita melihat mereka lebih dekat. Karena kita semua tidak tahu, siapa yang sedang kita ajar. Berhati-hatilah, karena mungkin orang yang kita sebut "Bodoh", "Pembangkang", dan "Pemalas", akan menjadi pemimpin kita di masa depan.

Wassalam
-nina-
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Rabu, 09 November 2011

B.i.n.g.u.n.g

Jika satu boleh dipilih tanpa meninggalkan dua, bolehkah?
Bila dua diambil tanpa melupakan satu, masih bolehkah?
Jika satu dan dua dipilih dan diambil bersama-sama, tetap bolehkah?

Sebut aku egois.
.
.
.
Itu benar.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Catatan di suatu pagi

Aku mengurai satu2 tumpukan jerami.
Mencari sebuah jarum yg tersembunyi.
Entah dimana.
Bahkan entah, memang ada atau tidak. Semua serba tidak pasti.

Tapi aku tidak mau berhenti.
Orang mencemooh, aq tak peduli.
Biarkan aku melakukakan dengan caraku sendiri
Karena setidaknya, aku tidak diam dan bersembunyi

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Selasa, 08 November 2011

Sepenggal Mimpi yang Terpotong

Saya benar-benar merasa di dholimi kemarin. Ada seorang rekan kerja yg tidak hanya meremehkan saya, tapi juga meremehkan mimpi2 saja. Dy memandang rendah mimpi saja. Berdasar pada dogma agama, dia menjustifikasi bahwa saya orang yg ambisius, orang yg "ngoyo", orang yg gila harta. Alasannya?? Karena dy melihat saya bersungguh-sungguh menjalankan bisnis saya, melihat bahwa saya tidak hanya mengandalkan gaji guru untuk berkarya, melihat saya punya cita2 menjadi orang kaya.

Jiwa saya berontak. Jangan tanya bagaimana marahnya saya. Saya sudah terbiasa mendengar orang meremehkan kemampuan saya. Tapi saya selalu tidak terima jika orang memandang rendah impian saya. Saya benar-benar sakit hati. Mimpi saya tidak bisa diukur hanya dengan nominal rupiah. Tidak. Bahkan nominal rupiah berapapun tak bisa membeli impian saya.

Dengan amarah yg saya tahan sekuat tenaga, saya meninggalkan orang tersebut yang terus menghakimi saya seenak hatinya. Air mata saya luruh. Menangis sepanjang jalan saya pulang. Saya, dengan ilmu yg sangat minim, mulai membatin, mulai menyalahkan, "bagaimana bisa dy menghina mimpi orang lain, sedangkan dy seorang guru? Bagaimana dy bisa menghidupkan mimpi2 muridnya jika dy sendiri tidak percaya pada mimpi?, Bagaimana bisa orang dengan mudah melecehkan harga diri saya, sedangkan dy, saya rasa, juga tidak lebih baik dari saya?".

Tangis saya tidak bisa berhenti. Luka saya benar2 dalam. Disuatu pemberhentian lampu merah, saya tiba-tiba tersadar. Mental saya masih belum mental sukses. Mental saya masih mental tempe. Tidak seharusnya saya marah pada beliau. Tidak seharusnya saya menyalahkan beliau untuk sakit yang saya rasakan sekarang. Beliau hanya salah satu jalan, untuk membentuk mental baja pada diri saya. Saya harus bisa melewatinya dengan lapang dada. Jika tidak, bahkan saya pun tidak pantas untuk kesuksesan itu sendiri.

Seketika air mata saya surut. Senyum saya tersungging. Betapa hebat pelajaran Tuhan hari ini. Semangat saya dengan takjubnya berlipat ganda seketika.

Di sepanjang jalan yang tersisa menuju rumah saya, saya tak henti-hentinya bersyukur. Bersumpah dalam hati, untuk selalu berusaha.

"Karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika dia sendiri tak mau merubahnya"


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Minggu, 06 November 2011

Ketika Masa Lalu Menyapa

Ketika masa lalu menyapa, cukup bilang hai saja.. Katakan terima kasih dan segeralah menengok kedepan lagi. Jangan terlalu lama terbuai pada kenangan yg kau tahu, hanya untuk dikenang. Sebahagia apapun, atau sesedih apapun, tetap saja tersenyum. Karena merekalah yg membuatmu bertumbuh. Laksana sedang naik kendaraan, jadikan masa lalu sebagai spionmu. Boleh sebentar melirik, tapi fokuslah pada apa yg didepan. Jangan terkecoh dg indah atau buruknya yg dibelakang. Karena itu semua, sudah kau lewati.

Maka berbaik-baiklah sekarang..
Setidaknya, tidak akan ada penyesalan.. :)

Nb. Untuk orang yang mengajariku tumbuh. Happy knowing u in my life.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Thankful

Lord, i fully thank for every joy in my life which make me understand things going right
Also thank for every my problem which could gimme more power to face the wrong one

Without U, M nothing.

With uncounted Love
Nina

HOREEE!!!!


Kambing oh Kambing...

Sekarang kambing jadi artis paling top. Dicari dimana-mana, dinanti dimana-mana, bertebaran dimana-mana. Ilmu kambing ini benar-benar dahsyat. Dy menjadi simbol kepedulian, keikhlasan, ataukah mungkin juga kesombongan? (sedikit apatis nih, :p)

Kambing oh kambing..
Tak perlu beli kambing kawan untuk menunjukkan sebuah kepedulian. Bukan juga arti sebuah keikhlasan. Dengannya, lebih baik. Membawa kebahagian buat sesama. Tapi untuk kita yg belum mampu dan sedang dalam proses memampukan diri, tak harus dengan kambing. Jangan mengkambing hitamkan kambing (lho?) untuk peduli, untuk bisa ikhlas. Ingat, kambing hanya sebuah simbol.

Keikhlasanmu diliat bagaimana pengorbananmu kawan... Apa yg kau lakukan untuk sesama. Apa yg kau lakukan yg membuatmu berarti. Membuatmu dinanti. Membuatmu berdaya.

Karena kambing tak bisa dijadikan neraca keikhalasan. Karena kambing, hanya salah satu jalan...

Jangan sedih kawan yang tidak berkambing hari ini. Kau tetap punya nilai. Karena Tuhanlah sebaik-baiknya penilai.. :D

Nb. Catatan untuk diri sendiri yg belum bisa berkambing hari ini... :(

Sabtu, 05 November 2011

Kenapa harus menangis??

Iya, kenapa harus menangis? Aq merasa tidak sedang dlm keadaan berduka. Aq baik2 saja. Jadi kenapa aq harus menangis?
Tanpa sengaja, aq membaca postingan seorang kawanku di twitter yg me'Retweet sebuah posting dari @pengajarMuda. Mengabarkan bahwa gerakan tersebut membutuhkan para pengajar muda dari seluruh pelosok indonesia untuk ditempatkan diseluruh pelosok negeri. Aku tergerak, sudah tentu. Sebagai seorang guru dan orang yang berkecimpung didunia pendidikan selama hampir 4th, tentu saja aku sangat sangat sangat berminat. Aku yang merasa seperti katak dalam tempurung karena menghabiskan hampir seumur hidupku di kota ini, merasa ini adalah suatu tantangan baru. Aku pasti bisa. Di postingan itu, diberitahukan bahwa pendaftaran akan dibuka besok. Ahh, rasanya waktu itu sudah tak sabar..

Esoknya, dengan menumpang komputer sekolah, aq mulai mengisi form2 aplikasi di website yg mereka tentukan. Sedikit2 aku mengisinya. Hampir aq tak mendapat kendala. Lalu tibalah di tahap essai. Pertanyaan pertama: apa motivasimu menjadi pengajar muda (intinya seperti itulah, :p). Entah kenapa pertanyaan ini membuatku lama terdiam. Sampai beberapa menit kemudian, aq masih belum bisa menulis satu hurufpun.
Aku bingung. Sebagai seorang pendidik, seharusnya aq sudah tahu motivasiku mengikuti gerakan ini. Tapi entah kenapa, rasa2nya, aq belum benar2 menyelami apa niatku sesungguhnya. Ada yang tak dapat aku ungkapkan. Entahlah.. Terlalu rumit untuk dijabarkan dalam deretan 600kata.

Ketika pulang kerumah, sambil mengendari karismaku, aq tak berhenti berpikir. Apa? Apa motivasiku sesungguhnya? Bukankah aq sudah mengajar? Bukankah aq sudah menjadi seorang pendidik? Lalu apa bedanya disini ataupun disana. Disana, belum tentu senyaman disini. Disana, belum tentu aq betah. Disana, belum tentu aku mampu.

Tapi.. Ahh.. Perasaan untuk tetap maju mendaftar tetap tak bisa kubendung. Aku mau, aku hanya mau. Dan aq tak tahu kenapa.

Dari smartphoneku ini, lalu aku membaca lebih jelas lagi situs indonesiamengajar.org disitu, aq meninggalkan biodataku tanpa ada satu katapun tentang kejelasan motivasiku. Membukanya lagi, entah apa yg ingin aku liat. Profil pengajar muda membuatku tergugah untuk mengintipnya. Tampaklah foto2 mereka. Tulisan2 mereka. Pengalaman mereka.

Dan itu membuatku menangis. Menangis sejadi2nya. Aku iri. Aku mau seperti mereka. Mereka tidak mendapat title S.Pd sepertiku. Banyak dari mereka tidak punya pengalaman mengajar. Tapi dari lubuk hati paling dalam, aq bisa merasakan keikhlasan mereka. Merasakan kebeningan jiwa mereka. Merasakan dengan sebenar-benarnya, merekalah para pendidik sejati. Merekalah yang patut mendapat julukan si pahlawan tanpa tanda jasa. Merekalah..

Jadi, dilembar motivasi yg mendasariku ingin jadi pengajar muda, tak cukupkah bila kutuliskan, "aku ingin menjadi seperti mereka"??

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Inilah Mereka...

Sedikit ingin membagikan keluarga kecil saya. Keluarga yg bercita-cita sama, meski dg jalan yang berbeda-beda. Kadang kami memang tidak sepaham. Kadang kala, kami juga harus menghargai tiap perbedaan. Tapi kami SATU, karena kami BERSATU.
Inilah, para potret pejuang di MA MA'ARIF AL ASY'ARI GONDANGWETAN PASURUAN.

Jumat, 04 November 2011

Saya Sedang Kesal!

Saya sedang kesal. Iya, sangat kesal. Saya teringat murid yang saya ajar secara privat di rumahnya. Usianya baru 6th. Anda tidak salah baca. Usianya baru 6th, dan saya harus mengajarinya pelajaran sekolah setiap malam. Ini fokusnya bukan karena saya yang mengajar, tapi pada usia anak tersebut. 6 tahun. Dan dy sudah duduk dikelas 1 sekolah dasar.

Orang tua anak ini, mengaku ada masalah dengan anaknya. Anaknya sudah melewati saat2 TK, dan ternyata anaknya masih belum bisa menulis dan berhitung. Sedikit tambahan, orang tuanya juga mengeluhkan anaknya yang emosinya tidak bisa terkontrol. Oke..Oke.. Saya mulai bisa sedikit meraba akar permasalahnnya.

Memang benar, anak ini belum bisa membaca. Eh, jangan ditanya bagaimana bentuk tulisannya (anda semua pasti tak bisa menebak antara huruf dan angka). Tapi, woiiiii, dy masih 6th.. Saya sedikit syok ketika melihat buku2 paket penunjang belajarnya disekolah. Belum lagi dengan tumpukan LKS dan buku2 lainnya. Saya, belum apa2 sudah pusing. Apa2an ini, pikir saya. Anak 6th, sudah harus bisa menulis dan membaca dan masih harus menerima semua pelajaran ini?

Buku2 penunjangnya juga luar biasa. Bilingual. Alias 2 bahasa. Sebelah kiri bahasa inggris, sebelah kanan bahasa indonesia. Membuka LKS nya, saya tambah takjub. Pertanyaan2 panjang dengan huruf super kecil untuk ukuran anak kelas 1sd yg belum begitu mahir membaca. Seingat saya, materi seperti ini baru diberikan saat saya menginjak kelas 4. Dan anak ini harus mendapatnya di tingkat paling dasar. Sungguh sangat disayangkan.

Kenapa akhirnya saya mendapat kesan terburu2 dalam sistem pendidikan kita?? Taman kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan Bermain sambil Belajar, malah menjadi pengekploitasian anak. Mereka malah belajar dan sedikit bermain. Jangan dipikir saya tidak tahu kalau TK dilarang mengajarkan baca tulis pada anak didiknya. Tapi apa gunanya, ketika masuk SD mereka harus mendapat serentetan tes CaLisTung (membaca,menulis dan berhitung) bahkan salah satu orang tua murid pernah bercerita bahwa anaknya dites dengan membaca koran. Tidak masuk akal.

Aaaah, sangat disesalkan.. Saya setuju potensi anak harus ditingkatkan sedini mungkin. Tp apa harus dengan cara memperkosa haknya sebagai anak??? Penggegasan terhadap anak untuk menciptakan genius2 muda hanya membuat anak keluar dari masa kanak2nya dengan cepat. Dan ketika mereka cepat matang. Mereka akan dengan cepat busuk. Seperti buah mangga yang dikarbit. Biarkan saja mereka matang dg sendirinya. Sesuai dengan perkembangannya. Saya benar2 sangat emosi.

Yang paling tidak masuk akal adalah peLabelan yang dipakai orang dewasa untuk membedakan, mana anak yg menurut mereka "pintar" dan yang menurut mereka "bebal". Yang sanggup menuruti cara berpikir mereka dianggap hebat, sedangkan yang frustasi dan mulai yang anak sebut "mengekspresikan" diri, mereka juluki seenaknya. Sesuai dengan keinginan orang dewasa. Oh.. Sangat rentan nasib anak Indonesia..

Kekesalan saya ini, memang tidak akan merubah banyak. Hanya keprihatinan yang tak terkira. Untuk muridku tercinta ini, dan juga murid2 kecil lain yang bernasib sama.. Semoga kau kuat nak.. Menghadapi keegoisan orang dewasa.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Saat Tak Dapat

Saat mulut sudah tak sanggup lagi berkata,
Saat tingkah tak lagi sanggup menunjukkan asa,
Saat pikiran tak sanggup lg di proyeksikan dengan mimpi indah..

Itulah.. Waktunya diam...

Guru. Sebuah pilihan atau desakan??

Ketika pertama kali memasuki kampus 4th lalu ketika pertama kali mendaftar, suasananya sangat lenggang. hanya ada beberapa mahasiswa yang lalu lalang bercengkrama dengan temannya. Ya, hanya beberapa. Setelah aktif masuk kuliah, baru saya mulai bisa sedikit-sedikit jadi pengamat di sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu ini. Di tahun ajaran saya, terdapat 3 kelas di jurusan yang saya ampuh. Ditahun ajaran sebelumnya, terdapat hanya 2 kelas. dan sebelumnya lagi, hanya terdapat 1 kelas. Sedangkan setahun kemudian, ketika saya memasuki tahun kedua, berkembang menjadi 4 kelas. Dapat saya simpulkan, setiap tahun, peminat menjadi seorang guru, terus meningkat.

Selintas saya berpikir, apa yang menyebabkan profesi ini menjadi naik daun? Apakah kesadaran mengajar sudah menyeruak? Apakah panggilan hati unuk mendidik sudah begitu kencangnya bergema? Apakah?? Apakah?? Apakah??

Teringat beberapa tahun yang lalu ketika saya masih menginjak bangku sekolah menengah pertama, banyak orang yang mencemooh profesi ini. Tidak keren. Tidak menjanjikan. Miskin. Lalu apa kiranya yang mendasari profesi ini menjadi profesi yang sangat digemari?

Setelah bertanya kepada beberapa teman, terjawab sudahlah. Kebijakan RI pertama yang mulai memperhatikan profesi ini, menjadi alasan orang berbondong-bondong menjadi guru. Dengan iming-iming di setarakan profesi ini dengan profesi lain yang sebelumnya dianggap "elit", membuatnya menjadi primadona baru bagi para muda/mudi kita yang masih bimbang menjadi apa. Saya sih tidak menyalahkan SBY, malah mendukung penuh rencana tersebut. Semata menghargai para tetua pencerdas bangsa yang telah mengabdi terhadap negara meski title "belum keren" masih melekat erat. yang membuat miris, ramainya para calon guru ini hanya didasarkan pada iming-iming gaji semata. Aaaah... profesi guru malah akan jadi lahan komoditas baru dalam menggelembungkan rupiah. Sah-sah saja bila memang pantas mendapatkannya. Tapi, jika hanya jadi tunggangan dari desakan ekonomi, apa jadinya??? jadi sekarang para guru, termasuk saya sendiri, sebaiknya menelusuri hati hingga ujung paling dalam. Menjadi guru, sebuah pilihan atau hanya desakan????




Jumat, 22 April 2011

??

tidak ada yg begitu penting, hanya ingin sedikit mengungkapkan...
saya sangat mencintai pekerjaan saya,,, :p

Selasa, 11 Januari 2011

4 TIPE KEPRIBADIAN. ANDA TERMASUK YANG MANA???


Dlm dunia psikologi, dikenal yg namanya 4 tipe kepribadian: Sanguinis, Melankolis, Koleris & Plegmatis, atau ada jg yg langsung mengkategorikannya sesuai dgn sifat dominan masing2 tipe, yaitu: Sanguinis Populer, Melankolis Sempurna, Koleris Kuat & Plegmatis Damai. nah trus saya & anda termasuk yg mana? sok atuh disimak yg berikut ini


KOLERIS pada umumnya mempunyai:

KEKUATAN:
* Senang memimpin, membuat keputusan, dinamis dan aktif
* Sangat memerlukan perubahan dan harus mengoreksi kesalahan
* Berkemauan keras dan pasti untuk mencapai sasaran/ target
* Bebas dan mandiri
* Berani menghadapi tantangan dan masalah
* "Hari ini harus lebih baik dari kemarin, hari esok harus lebih baik dari hari ini".
* Mencari pemecahan praktis dan bergerak cepat
* Mendelegasikan pekerjaan dan orientasi berfokus pada produktivitas
* Membuat dan menentukan tujuan
* Terdorong oleh tantangan dan tantangan
* Tidak begitu perlu teman
* Mau memimpin dan mengorganisasi
* Biasanya benar dan punya visi ke depan
* Unggul dalam keadaan darurat

KELEMAHAN:
* Tidak sabar dan cepat marah (kasar dan tidak taktis)
* Senang memerintah
* Terlalu bergairah dan tidak/susah untuk santai
* Menyukai kontroversi dan pertengkaran
* Terlalu kaku dan kuat/ keras
* Tidak menyukai air mata dan emosi tidak simpatik
* Tidak suka yang sepele dan bertele-tele / terlalu rinci
* Sering membuat keputusan tergesa-gesa
* Memanipulasi dan menuntut orang lain, cenderung memperalat orang lain
* Menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan
* Workaholics (kerja adalah "tuhan"-nya)
* Amat sulit mengaku salah dan meminta maaf
* Mungkin selalu benar tetapi tidak populer


MELANKOLIS.

KEKUATAN:
* Analitis, mendalam, dan penuh pikiran
* Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal
* Artistik, musikal dan kreatif (filsafat & puitis)
* Sensitif
* Mau mengorbankan diri dan idealis
* Standar tinggi dan perfeksionis
* Senang perincian/memerinci, tekun, serba tertib dan teratur (rapi)
* Hemat
* Melihat masalah dan mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif)
* Kalau sudah mulai, dituntaskan.
* Berteman dengan hati-hati.
* Puas di belakang layar, menghindari perhatian.
* Mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi
* Sangat memperhatikan orang lain

KELEMAHAN:
* Cenderung melihat masalah dari sisi negatif (murung dan tertekan)
* Mengingat yang negatif & pendendam
* Mudah merasa bersalah dan memiliki citra diri rendah
* Lebih menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan
* Tertekan pada situasi yg tidak sempurna dan berubah-ubah
* Melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan (if..if..if..)
* Standar yang terlalu tinggi sehingga sulit disenangkan
* Hidup berdasarkan definisi
* Sulit bersosialisasi
* Tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik/ yg menentang dirinya
* Sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan kasih sayang)
* Rasa curiga yg besar (skeptis terhadap pujian)
* Memerlukan persetujuan


PLEGMATIS.

KEKUATAN:
* Mudah bergaul, santai, tenang dan teguh
* Sabar, seimbang, dan pendengar yang baik
* Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana
* Simpatik dan baik hati (sering menyembunyikan emosi)
* Kuat di bidang administrasi, dan cenderung ingin segalanya terorganisasi
* Penengah masalah yg baik
* Cenderung berusaha menemukan cara termudah
* Baik di bawah tekanan
* Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan
* Rasa humor yg tajam
* Senang melihat dan mengawasi
* Berbelaskasihan dan peduli
* Mudah diajak rukun dan damai

KELEMAHAN:
* Kurang antusias, terutama terhadap perubahan/ kegiatan baru
* Takut dan khawatir
* Menghindari konflik dan tanggung jawab
* Keras kepala, sulit kompromi (karena merasa benar)
* Terlalu pemalu dan pendiam
* Humor kering dan mengejek (Sarkatis)
* Kurang berorientasi pada tujuan
* Sulit bergerak dan kurang memotivasi diri
* Lebih suka sebagai penonton daripada terlibat
* Tidak senang didesak-desak
* Menunda-nunda / menggantungkan masalah.


SANGUINIS.

KEKUATAN:
* Suka bicara
* Secara fisik memegang pendengar, emosional dan demonstratif
* Antusias dan ekspresif
* Ceria dan penuh rasa ingin tahu
* Hidup di masa sekarang
* Mudah berubah (banyak kegiatan / keinginan)
* Berhati tulus dan kekanak-kanakan
* Senang kumpul dan berkumpul (untuk bertemu dan bicara)
* Umumnya hebat di permukaan
* Mudah berteman dan menyukai orang lain
* Senang dengan pujian dan ingin menjadi perhatian
* Menyenangkan dan dicemburui orang lain
* Mudah memaafkan (dan tidak menyimpan dendam)
* Mengambil inisiatif/ menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan
* Menyukai hal-hal yang spontan

KELEMAHAN:
* Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras)
* Membesar-besarkan suatu hal / kejadian
* Susah untuk diam
* Mudah ikut-ikutan atau dikendalikan oleh keadaan atau orang lain (suka nge-Gank)
* Sering minta persetujuan, termasuk hal-hal yang sepele
* RKP! (Rentang Konsentrasi Pendek)
* Dalam bekerja lebih suka bicara dan melupakan kewajiban (awalnya saja antusias)
* Mudah berubah-ubah
* Susah datang tepat waktu jam kantor
* Prioritas kegiatan kacau
* Mendominasi percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas
* Sering mengambil permasalahan orang lain, menjadi seolah-olah masalahnya
* Egoistis
* Sering berdalih dan mengulangi cerita-cerita yg sama
* Konsentrasi ke "How to spend money" daripada "How to earn/save money".

Senin, 10 Januari 2011

PARA GURU/CALON GURU,,, BACA INI!!!!

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat,bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali,sampai dia menyerah.Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberi nilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri. Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. "Maaf Bapak dari mana?" "Dari Indonesia," jawab saya.Dia pun tersenyum.

Budaya Menghukum

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat. "Saya mengerti," jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. "Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak-anaknya dididik di sini,"lanjutnya. "Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai.Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! " Dia pun melanjutkan argumentasinya.

"Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat," ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya. Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai "A", dari program master hingga doktor. Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah. Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti. Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut "menelan" mahasiswanya yang duduk di bangku ujian. Ketika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedapseakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan. Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel.

Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak. Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. "Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan," ujarnya dengan penuh kesungguhan. Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. "Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti."

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif. Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna),tetapi saya mengatakan "gurunya salah". Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

Melahirkan Kehebatan

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk olehsejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya. Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas...; Kalau,...; Nanti,...; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh. Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti. (*)

RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI