Selasa, 08 November 2011

Sepenggal Mimpi yang Terpotong

Saya benar-benar merasa di dholimi kemarin. Ada seorang rekan kerja yg tidak hanya meremehkan saya, tapi juga meremehkan mimpi2 saja. Dy memandang rendah mimpi saja. Berdasar pada dogma agama, dia menjustifikasi bahwa saya orang yg ambisius, orang yg "ngoyo", orang yg gila harta. Alasannya?? Karena dy melihat saya bersungguh-sungguh menjalankan bisnis saya, melihat bahwa saya tidak hanya mengandalkan gaji guru untuk berkarya, melihat saya punya cita2 menjadi orang kaya.

Jiwa saya berontak. Jangan tanya bagaimana marahnya saya. Saya sudah terbiasa mendengar orang meremehkan kemampuan saya. Tapi saya selalu tidak terima jika orang memandang rendah impian saya. Saya benar-benar sakit hati. Mimpi saya tidak bisa diukur hanya dengan nominal rupiah. Tidak. Bahkan nominal rupiah berapapun tak bisa membeli impian saya.

Dengan amarah yg saya tahan sekuat tenaga, saya meninggalkan orang tersebut yang terus menghakimi saya seenak hatinya. Air mata saya luruh. Menangis sepanjang jalan saya pulang. Saya, dengan ilmu yg sangat minim, mulai membatin, mulai menyalahkan, "bagaimana bisa dy menghina mimpi orang lain, sedangkan dy seorang guru? Bagaimana dy bisa menghidupkan mimpi2 muridnya jika dy sendiri tidak percaya pada mimpi?, Bagaimana bisa orang dengan mudah melecehkan harga diri saya, sedangkan dy, saya rasa, juga tidak lebih baik dari saya?".

Tangis saya tidak bisa berhenti. Luka saya benar2 dalam. Disuatu pemberhentian lampu merah, saya tiba-tiba tersadar. Mental saya masih belum mental sukses. Mental saya masih mental tempe. Tidak seharusnya saya marah pada beliau. Tidak seharusnya saya menyalahkan beliau untuk sakit yang saya rasakan sekarang. Beliau hanya salah satu jalan, untuk membentuk mental baja pada diri saya. Saya harus bisa melewatinya dengan lapang dada. Jika tidak, bahkan saya pun tidak pantas untuk kesuksesan itu sendiri.

Seketika air mata saya surut. Senyum saya tersungging. Betapa hebat pelajaran Tuhan hari ini. Semangat saya dengan takjubnya berlipat ganda seketika.

Di sepanjang jalan yang tersisa menuju rumah saya, saya tak henti-hentinya bersyukur. Bersumpah dalam hati, untuk selalu berusaha.

"Karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika dia sendiri tak mau merubahnya"


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

1 komentar:

tulisan ini yang paling saya suka.. ^^
dari dulu saya ingin mengomentari,tapi mungkin agak 'kasar'..hmm..saya hanya ingin bilang, terkadang orang-orang bersikap seperti anjing yang sama-sama menyalak baik kepada tuannya atau pada pencuri.

Posting Komentar

​​​‎☆ †h@nk γ☺u ☆