Sabtu, 19 November 2011

Multiple Intelligent, Sekolahnya Manusia

Seminggu yang lalu, saya menginap di kost seorang teman di kota Surabaya. Beliau adalah seorang mahasiswa yang menempuh S2 jurusan Psikologi. Ketika memasuki kamarnya, mata saya berbinar. Beliau memiliki banyak sekali buku yang menurut saya, sangat menarik. Waktu sampai di kostnya untuk beristirahat, waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 dini hari. Maklum, kami baru menghadiri sebuah acara gagasan Cak Nun di Gedung Kebudayaan Cak Durasim.

Meski mata sudah berat, saya tak bisa menyembunyikan hasrat saya untuk mengamati satu-satu buku beliau. Ada satu yang paling menarik dari semua buku yang menurut saya layak dibaca, karangan Munif Chotib, Sekolahnya Manusia. Wow, saya sangat penasaran dengan isi buku tersebut. Sebagai seorang guru, Judul yang terpampang menggelitik saya.

Saya sangat takjub membaca buku ini. Dengan waktu yg terbatas, saya menemukan banyak hal. Ide "Sekolahnya Manusia" dengan menggunakan Multiple Intelligent sangat luar biasa menurut saya. Saat masih duduk dibangku kuliah, saya pernah juga mendapat mata kuliah ini. Bagaimana Multiple Intelligent mempengaruhi cara belajar siswa. Tapi waktu itu rasanya kurang membekas sehingga saya lewati begitu saja.

Buku ini menjawab keraguan saya selama ini dengan kurikulum di Indonesia. Multiple Intelligent adalah sebuah pendekatan yang menghargai setiap perbedaan karakter pada siswa. Bahwa siswapun memiliki caranya sendiri dalam belajar. Tapi yang sering kita lihat, sistem pendidikan kita memaksa siswa untuk mengikuti cara belajar dan berpikir guru. Inilah yang membuat ilmu mereka hanya bertahan sebentar. Sekarang tahu, besok sudah tidak tahu.

Manusia sendiri sangat unik. Tidak ada didunia ini orang yang memiliki karakter yang sama persis, bahkan jika mereka adalah kembar identik. Setiap karakter memiliki cara yang juga berbeda dalam menyerap apa yang disekitarnya, termasuk cara belajar. Ada yang kecenderungan pada musik, linguistik, intrapersonal, interpersonal, audio-visual, dll. Tidak ada satu karakter yang paling bagus, semuanya tepat untuk masing-masing orang.

Ah, saya rasa karena itulah Munif Chatib memberi judul "Sekolahnya Manusia". Karena menurut beliau, banyak sekolah yang beredar saat ini, TIDAK memanusiakan muridnya. Murid hanya sebagai Objek Ajar, bukan Subjek Ajar. Murid harus mengikuti cara belajar guru, bukan guru yang harus mengikuti cara belajar murid. Mungkin anda yang berprofesi sebagai guru tidak setuju dengan pendapat saya. Bagaimana mungkin mengikuti cara belajar murid yg beragam, sedangkan murid dan guru kadang berbanding 40:1. Yah, begitulah! Siapa suruh anda menjadi guru, jika anda tidak mau direpotkan oleh murid anda?

Memang tidak mudah. Saya pun mengalami banyak kesulitan. Karena hal ini memang tidak gampang jika hanya dilakukan sendirian. Perlu campur tangan sekolah. Perlu sebuah management yang apik yang bisa mengkolaborasi semua bagian-bagian yang ada didalamnya. Entah itu guru, murid ataupun kepala sekolah. Semuanya harus mampu bekerja sama untuk menciptakan manusia-manusia baru yang berkembang, berdaya guna. Bukan manusia-manusia berotak robot yang hanya bergerak jika diperintah.

Meskipun rasanya masih mustahil untuk kita menciptakan situasi tersebut disekolah kita, saya tetap optimis atas keberadaan sekolahnya manusia. Sekolah yang peduli terhadap perkembangan murid, sekolah yang meciptakan impian-impian, bukan malah mematikannya. Sekolah yang menghargai setiap usaha muridnya, sekecil apapun. Sekolah yang dinanti muridnya. Sekolah yang memanusiakan manusia.

Perubahan itu, harus kita yang memulai. Tidak hanya berani mengutuk, tapi juga berani berbuat. Kalau Sekolah yang ada tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak mau membuatnya, saya yang akan menciptakannya.

Yeah!!

3 komentar:

usaha untuk menjadikan sekolah sebagai tempat menarik bagi anak-anak untuk merancang masa depannya, bukan semata-mata mengejar target nilai yang berupa angka-angka.
sumber air baru bagi penggelut pendidikan di indonesia, dmn lembaga2 pendidikan kita masih 'hanya' bisa mencetak karyawan...tapi tidak mencetak JURAGAN :)

Sudah siapkah kita membua membuat RPP yang memperhatikan perbedaan gender, kemampuan awal, tahap intelektual, minat, bakat, motivasi belajar, potensi, kemampuan sosial, emosional, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai-nilai, dan lingkungan peserta didik?

I've no doubt for you. I'm sure you can start it and be the one to show the others....
For me, It's so difficult to do that I constantly face problems to prepare such a those things. But my hands, my mind, my feet will never feel tired to do so...
:)

itu masih menjadi harapan bro.. tapi siap menjadi kenyataan ^^

Posting Komentar

​​​‎☆ †h@nk γ☺u ☆