This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 30 November 2011

Aku, dalam ke-Aku-anku

Aku, seperti dalam jaring yang membawaku kedalam ketinggian luarbiasa.
sedikit rapuh dan goyah, tp tetap memegang teguh hasrat diri untuk tetap bertahan.

Aku, dalam sebuh ujung tombak yang tajamnya dapat membelah rambut menjadi dua, siap mengoyak dengan kesakitan yang tak terkira, tapi mencoba tetap tegar menantang.

Aku, dalam sebuah tepi jurang yang kedalamannya dapat menembus perut bumi hingga porosnya, siap jatuh dan terlempar, tp tetap mencoba bertahan menahan tubuh yang mulai rentan.

Aku, bukannya buta dengan keadaanku, bukannya tuli akan teriakan yg memperingatkanku,

aku hanya bertahan dengan ke-Aku-anku,

Karena aku adalah aku

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Selasa, 29 November 2011

Ragu

Aku melihatmu tak lagi biru
Entah kornea yg salah
Atau aku baru menyadari

:bahwa birumu palsu


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Sabtu, 19 November 2011

Multiple Intelligent, Sekolahnya Manusia

Seminggu yang lalu, saya menginap di kost seorang teman di kota Surabaya. Beliau adalah seorang mahasiswa yang menempuh S2 jurusan Psikologi. Ketika memasuki kamarnya, mata saya berbinar. Beliau memiliki banyak sekali buku yang menurut saya, sangat menarik. Waktu sampai di kostnya untuk beristirahat, waktu sudah menunjukkan pukul 1.30 dini hari. Maklum, kami baru menghadiri sebuah acara gagasan Cak Nun di Gedung Kebudayaan Cak Durasim.

Meski mata sudah berat, saya tak bisa menyembunyikan hasrat saya untuk mengamati satu-satu buku beliau. Ada satu yang paling menarik dari semua buku yang menurut saya layak dibaca, karangan Munif Chotib, Sekolahnya Manusia. Wow, saya sangat penasaran dengan isi buku tersebut. Sebagai seorang guru, Judul yang terpampang menggelitik saya.

Saya sangat takjub membaca buku ini. Dengan waktu yg terbatas, saya menemukan banyak hal. Ide "Sekolahnya Manusia" dengan menggunakan Multiple Intelligent sangat luar biasa menurut saya. Saat masih duduk dibangku kuliah, saya pernah juga mendapat mata kuliah ini. Bagaimana Multiple Intelligent mempengaruhi cara belajar siswa. Tapi waktu itu rasanya kurang membekas sehingga saya lewati begitu saja.

Buku ini menjawab keraguan saya selama ini dengan kurikulum di Indonesia. Multiple Intelligent adalah sebuah pendekatan yang menghargai setiap perbedaan karakter pada siswa. Bahwa siswapun memiliki caranya sendiri dalam belajar. Tapi yang sering kita lihat, sistem pendidikan kita memaksa siswa untuk mengikuti cara belajar dan berpikir guru. Inilah yang membuat ilmu mereka hanya bertahan sebentar. Sekarang tahu, besok sudah tidak tahu.

Manusia sendiri sangat unik. Tidak ada didunia ini orang yang memiliki karakter yang sama persis, bahkan jika mereka adalah kembar identik. Setiap karakter memiliki cara yang juga berbeda dalam menyerap apa yang disekitarnya, termasuk cara belajar. Ada yang kecenderungan pada musik, linguistik, intrapersonal, interpersonal, audio-visual, dll. Tidak ada satu karakter yang paling bagus, semuanya tepat untuk masing-masing orang.

Ah, saya rasa karena itulah Munif Chatib memberi judul "Sekolahnya Manusia". Karena menurut beliau, banyak sekolah yang beredar saat ini, TIDAK memanusiakan muridnya. Murid hanya sebagai Objek Ajar, bukan Subjek Ajar. Murid harus mengikuti cara belajar guru, bukan guru yang harus mengikuti cara belajar murid. Mungkin anda yang berprofesi sebagai guru tidak setuju dengan pendapat saya. Bagaimana mungkin mengikuti cara belajar murid yg beragam, sedangkan murid dan guru kadang berbanding 40:1. Yah, begitulah! Siapa suruh anda menjadi guru, jika anda tidak mau direpotkan oleh murid anda?

Memang tidak mudah. Saya pun mengalami banyak kesulitan. Karena hal ini memang tidak gampang jika hanya dilakukan sendirian. Perlu campur tangan sekolah. Perlu sebuah management yang apik yang bisa mengkolaborasi semua bagian-bagian yang ada didalamnya. Entah itu guru, murid ataupun kepala sekolah. Semuanya harus mampu bekerja sama untuk menciptakan manusia-manusia baru yang berkembang, berdaya guna. Bukan manusia-manusia berotak robot yang hanya bergerak jika diperintah.

Meskipun rasanya masih mustahil untuk kita menciptakan situasi tersebut disekolah kita, saya tetap optimis atas keberadaan sekolahnya manusia. Sekolah yang peduli terhadap perkembangan murid, sekolah yang meciptakan impian-impian, bukan malah mematikannya. Sekolah yang menghargai setiap usaha muridnya, sekecil apapun. Sekolah yang dinanti muridnya. Sekolah yang memanusiakan manusia.

Perubahan itu, harus kita yang memulai. Tidak hanya berani mengutuk, tapi juga berani berbuat. Kalau Sekolah yang ada tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak mau membuatnya, saya yang akan menciptakannya.

Yeah!!

Sabtu, 12 November 2011

Melihat Lebih Dekat

Saya mulai frustasi dengan sistem pendidikan yang diterapkan pemerintah Indonesia. Benar kata seorang guru senior yang saya ikuti dg akun twitter @gurukreatif. Beliau menyampaikan jika para guru dikumpulkan dan diberi hak suara untuk menyusun kurikulum, pasti hasilnya tidak carut marut seperti ini.

Saat masih berstatus mahasiswa, saya begitu kagum dengan kurikulum Indonesia. Teringat ketika salah seorang dosen saya memberi mata kuliah Crurriculum and Development. Begitu banyak yang harus dikuasai dan dipersiapkan seorang guru. Mulai dari standart isi, KTSP, RPP, prota, promes dan banyak lagi yang lain. Idealisme saya yang sedang tinggi-tingginya menyerap mentah-mentah informasi tersebut. Berpikir dengan mempersiapkan hal-hal diatas saja bisa disebut sebagai guru profesional.

Nyatanya, SAYA SALAH!

Setelah berkecimpung lebih kurang satu tahun mengajar mata pelajaran bahasa Inggris di sebuah Aliyah di kabupaten pasuruan, saya mulai menemukan ketidak cocokan idealisme saya dengan kenyataan di lapangan. Apalah fungsi KD yang mengharuskan siswa menguasai (anggap saja) level 11, jika pada kenyataannya mereka masih berada di level 3. Apa fungsi Prota dan Promes yang harus mencocokkan dengan kurikulum pemerintah jika hanya membuat tidak hanya siswanya yang stress, bahkan juga gurunya?

Hingga pada akhirnya saya memutuskan untuk berkhianat pada kurikulum. Entah menurut anda saya benar atau salah, tapi yang saya lihat, inilah bagian dari keputus asaan saya menghadapi pemerkosaan pemerintah terhadap generasi bangsa ini. Saya tidak pernah mengajarkan murid saya berlomba-lomba menjadi yang terbaik diantara teman-temannya di pelajaran saya. Mereka hanya harus menjadi yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Saya menegaskan berulang-ulang bahwa saya (dengan sebenar-benarnya) tidak membutuhkan nilai mereka. Yang saya minta hanya mereka berusaha.

Tak jarang saya menemukan murid yg kurang antusias dalam pelajaran saya. Seberapa keras saya berusaha, mereka sepertinya masih sulit dalam menerima. Inilah yang harus diterima para guru di Indonesia. Tidak harus setiap murid pintar disegala jenis mata pelajaran. Kita sendiri sebagai seorang guru, kadang kuat disatu pelajaran dan lemah di yg lainnya. Kenapa kita harus memaksa murid kita melakukan hal yang tidak sanggup kita lakukan?? Ya, kembali lagi, TUNTUTAN KURIKULUM.

Teringat salah seorang murid saya yang bertanya, "Miss, kenapa saya harus belajar Fisika, ketika saya ingin menjadi seorang guru Bahasa Indonesia? Atau "Miss, kenapa saya harus belajar Akuntasi saat saya bercita-cita menjadi seorang, dokter?? Dalam hati saya berpikir, saat sekarang saya menjadi seorang guru bahasa Inggris, ilmu-ilmu eksak seperti gaya newton dalam fisika atau ilmu asam dan basa di kimia, hampir tak saya lihat pengaruhnya dalam hidup saya. Lalu untuk apa? Untuk apa siswa harus belajar 16mata pelajaran dan dituntut untuk menguasai segalanya jika nanti hidup mereka akan mengkrucut ke arah yang mereka suka?

Saya dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki, hanya mampu menjawab. "Inilah bagian proses dalam kehidupan. Kalian akan banyak menjumpai hal2 yang tidak kalian suka dan kalian masih harus melakukannya. Anggap setiap pelajaran yang kalian kurang pahami sebagai tantangan. Esok, ketika kalian benar2 lepas dari bangku sekolah, dan kalian harus berhadapan dengan persoalan yg sama, kalian sudah terbiasa menghadapinya".

Sebagian dari anda mungkin tertawa mendengar jawaban saya. Sungguh sangat klise.

Terus terang saja, saya banyak menutup buku saat saya mengajar, apalagi untuk kelas tahun pertama yang saya ajar. Ketika kurikulum mengharuskan murid saya untuk menguasai Passive Voice, Conditional Sentence, Direct-Indirect Speech dan grammer tingkat tinggi lainnya, saya masih harus berjibaku dengan murid saya yang masih belum tahu apa itu noun, verb, adjective dan part of speech yang lain. Aaargh.. Entah saya harus menyalahkan siapa?dan yang paling sulit, harus memulai dari mana?

Dan akhirnya saya berkejar-kejaran dengan kurikulum. Tapi saya mulai tak peduli. Apalah guna ketuntasan kurikulum jika murid saya tidak bs merubah paradigmanya tentang bidang studi yang saya ajar? Apalah artinya kurikulum jika mereka tidak berproses? Apalah artinya jika mereka tidak berkembang? Karena menurut saya, proses berkembang lebih penting dr proses mendapatkan nilai.

Mungkin para beliau yang mencetak kurikulum begitu terobsesi dengan istilah, "murid adalah kertas yang kosong", sehingga beliau yang terhormat merasa harus menjejalkan semua ilmu kepada generasi bangsa hingga ketas kosong berubah menjadi kertas penuh warna. Ya, begitulah pendidikan tradisional. Sayangnya, murid-murid yang kita hadapi bukanlah selembar kertas. Tapi sebuah jiwa yang mempunyai rasa, asa dan cita-cita yang berbeda. Merubah paradigma mewarnai, dengan memunculkan warna yang sebenarnya, harus bisa kita lakukan. Tugas seorang pendidik bukan lagi hanya mentransfer ilmu, apalagi sesuai dengan hirarki yang dibentuk oleh pemerintah. Pendidik dengan dibantu oleh pemerintah harusnya bisa menjadi fasilitator dan inpirator bagi para penerus bangsa untuk memunculkan apa warna mereka sesungguhnya. Dan generalisasi dan standarisasi pada kurikulum kita saat ini, nyatanya banyak berhasil mencetak genius2 karbitan yang mempunyai nilai sempurna disekolah dan kesulitan mencari kerja.

Saya tahu, tidak semua orang sependapat dengan cara berpikir saya, ataupun cara saya dalam mendidik siswa saya. Sayapun tahu, saya tidak akan merubah apapun jika saya hanya diam dan mengutuk pemerintah atas keputusasaan saya. Untuk itu, saya mengajak para pembaca semua untuk sedikit meluangkan waktu untuk melihat dengan jernih potensi-potensi yg ada pada diri siswa. Hentikan pelabelan yang buruk pada mereka hanya karena ketidakmampuan kita melihat mereka lebih dekat. Karena kita semua tidak tahu, siapa yang sedang kita ajar. Berhati-hatilah, karena mungkin orang yang kita sebut "Bodoh", "Pembangkang", dan "Pemalas", akan menjadi pemimpin kita di masa depan.

Wassalam
-nina-
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Rabu, 09 November 2011

B.i.n.g.u.n.g

Jika satu boleh dipilih tanpa meninggalkan dua, bolehkah?
Bila dua diambil tanpa melupakan satu, masih bolehkah?
Jika satu dan dua dipilih dan diambil bersama-sama, tetap bolehkah?

Sebut aku egois.
.
.
.
Itu benar.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Catatan di suatu pagi

Aku mengurai satu2 tumpukan jerami.
Mencari sebuah jarum yg tersembunyi.
Entah dimana.
Bahkan entah, memang ada atau tidak. Semua serba tidak pasti.

Tapi aku tidak mau berhenti.
Orang mencemooh, aq tak peduli.
Biarkan aku melakukakan dengan caraku sendiri
Karena setidaknya, aku tidak diam dan bersembunyi

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Selasa, 08 November 2011

Sepenggal Mimpi yang Terpotong

Saya benar-benar merasa di dholimi kemarin. Ada seorang rekan kerja yg tidak hanya meremehkan saya, tapi juga meremehkan mimpi2 saja. Dy memandang rendah mimpi saja. Berdasar pada dogma agama, dia menjustifikasi bahwa saya orang yg ambisius, orang yg "ngoyo", orang yg gila harta. Alasannya?? Karena dy melihat saya bersungguh-sungguh menjalankan bisnis saya, melihat bahwa saya tidak hanya mengandalkan gaji guru untuk berkarya, melihat saya punya cita2 menjadi orang kaya.

Jiwa saya berontak. Jangan tanya bagaimana marahnya saya. Saya sudah terbiasa mendengar orang meremehkan kemampuan saya. Tapi saya selalu tidak terima jika orang memandang rendah impian saya. Saya benar-benar sakit hati. Mimpi saya tidak bisa diukur hanya dengan nominal rupiah. Tidak. Bahkan nominal rupiah berapapun tak bisa membeli impian saya.

Dengan amarah yg saya tahan sekuat tenaga, saya meninggalkan orang tersebut yang terus menghakimi saya seenak hatinya. Air mata saya luruh. Menangis sepanjang jalan saya pulang. Saya, dengan ilmu yg sangat minim, mulai membatin, mulai menyalahkan, "bagaimana bisa dy menghina mimpi orang lain, sedangkan dy seorang guru? Bagaimana dy bisa menghidupkan mimpi2 muridnya jika dy sendiri tidak percaya pada mimpi?, Bagaimana bisa orang dengan mudah melecehkan harga diri saya, sedangkan dy, saya rasa, juga tidak lebih baik dari saya?".

Tangis saya tidak bisa berhenti. Luka saya benar2 dalam. Disuatu pemberhentian lampu merah, saya tiba-tiba tersadar. Mental saya masih belum mental sukses. Mental saya masih mental tempe. Tidak seharusnya saya marah pada beliau. Tidak seharusnya saya menyalahkan beliau untuk sakit yang saya rasakan sekarang. Beliau hanya salah satu jalan, untuk membentuk mental baja pada diri saya. Saya harus bisa melewatinya dengan lapang dada. Jika tidak, bahkan saya pun tidak pantas untuk kesuksesan itu sendiri.

Seketika air mata saya surut. Senyum saya tersungging. Betapa hebat pelajaran Tuhan hari ini. Semangat saya dengan takjubnya berlipat ganda seketika.

Di sepanjang jalan yang tersisa menuju rumah saya, saya tak henti-hentinya bersyukur. Bersumpah dalam hati, untuk selalu berusaha.

"Karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, jika dia sendiri tak mau merubahnya"


Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Minggu, 06 November 2011

Ketika Masa Lalu Menyapa

Ketika masa lalu menyapa, cukup bilang hai saja.. Katakan terima kasih dan segeralah menengok kedepan lagi. Jangan terlalu lama terbuai pada kenangan yg kau tahu, hanya untuk dikenang. Sebahagia apapun, atau sesedih apapun, tetap saja tersenyum. Karena merekalah yg membuatmu bertumbuh. Laksana sedang naik kendaraan, jadikan masa lalu sebagai spionmu. Boleh sebentar melirik, tapi fokuslah pada apa yg didepan. Jangan terkecoh dg indah atau buruknya yg dibelakang. Karena itu semua, sudah kau lewati.

Maka berbaik-baiklah sekarang..
Setidaknya, tidak akan ada penyesalan.. :)

Nb. Untuk orang yang mengajariku tumbuh. Happy knowing u in my life.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Thankful

Lord, i fully thank for every joy in my life which make me understand things going right
Also thank for every my problem which could gimme more power to face the wrong one

Without U, M nothing.

With uncounted Love
Nina

HOREEE!!!!


Kambing oh Kambing...

Sekarang kambing jadi artis paling top. Dicari dimana-mana, dinanti dimana-mana, bertebaran dimana-mana. Ilmu kambing ini benar-benar dahsyat. Dy menjadi simbol kepedulian, keikhlasan, ataukah mungkin juga kesombongan? (sedikit apatis nih, :p)

Kambing oh kambing..
Tak perlu beli kambing kawan untuk menunjukkan sebuah kepedulian. Bukan juga arti sebuah keikhlasan. Dengannya, lebih baik. Membawa kebahagian buat sesama. Tapi untuk kita yg belum mampu dan sedang dalam proses memampukan diri, tak harus dengan kambing. Jangan mengkambing hitamkan kambing (lho?) untuk peduli, untuk bisa ikhlas. Ingat, kambing hanya sebuah simbol.

Keikhlasanmu diliat bagaimana pengorbananmu kawan... Apa yg kau lakukan untuk sesama. Apa yg kau lakukan yg membuatmu berarti. Membuatmu dinanti. Membuatmu berdaya.

Karena kambing tak bisa dijadikan neraca keikhalasan. Karena kambing, hanya salah satu jalan...

Jangan sedih kawan yang tidak berkambing hari ini. Kau tetap punya nilai. Karena Tuhanlah sebaik-baiknya penilai.. :D

Nb. Catatan untuk diri sendiri yg belum bisa berkambing hari ini... :(

Sabtu, 05 November 2011

Kenapa harus menangis??

Iya, kenapa harus menangis? Aq merasa tidak sedang dlm keadaan berduka. Aq baik2 saja. Jadi kenapa aq harus menangis?
Tanpa sengaja, aq membaca postingan seorang kawanku di twitter yg me'Retweet sebuah posting dari @pengajarMuda. Mengabarkan bahwa gerakan tersebut membutuhkan para pengajar muda dari seluruh pelosok indonesia untuk ditempatkan diseluruh pelosok negeri. Aku tergerak, sudah tentu. Sebagai seorang guru dan orang yang berkecimpung didunia pendidikan selama hampir 4th, tentu saja aku sangat sangat sangat berminat. Aku yang merasa seperti katak dalam tempurung karena menghabiskan hampir seumur hidupku di kota ini, merasa ini adalah suatu tantangan baru. Aku pasti bisa. Di postingan itu, diberitahukan bahwa pendaftaran akan dibuka besok. Ahh, rasanya waktu itu sudah tak sabar..

Esoknya, dengan menumpang komputer sekolah, aq mulai mengisi form2 aplikasi di website yg mereka tentukan. Sedikit2 aku mengisinya. Hampir aq tak mendapat kendala. Lalu tibalah di tahap essai. Pertanyaan pertama: apa motivasimu menjadi pengajar muda (intinya seperti itulah, :p). Entah kenapa pertanyaan ini membuatku lama terdiam. Sampai beberapa menit kemudian, aq masih belum bisa menulis satu hurufpun.
Aku bingung. Sebagai seorang pendidik, seharusnya aq sudah tahu motivasiku mengikuti gerakan ini. Tapi entah kenapa, rasa2nya, aq belum benar2 menyelami apa niatku sesungguhnya. Ada yang tak dapat aku ungkapkan. Entahlah.. Terlalu rumit untuk dijabarkan dalam deretan 600kata.

Ketika pulang kerumah, sambil mengendari karismaku, aq tak berhenti berpikir. Apa? Apa motivasiku sesungguhnya? Bukankah aq sudah mengajar? Bukankah aq sudah menjadi seorang pendidik? Lalu apa bedanya disini ataupun disana. Disana, belum tentu senyaman disini. Disana, belum tentu aq betah. Disana, belum tentu aku mampu.

Tapi.. Ahh.. Perasaan untuk tetap maju mendaftar tetap tak bisa kubendung. Aku mau, aku hanya mau. Dan aq tak tahu kenapa.

Dari smartphoneku ini, lalu aku membaca lebih jelas lagi situs indonesiamengajar.org disitu, aq meninggalkan biodataku tanpa ada satu katapun tentang kejelasan motivasiku. Membukanya lagi, entah apa yg ingin aku liat. Profil pengajar muda membuatku tergugah untuk mengintipnya. Tampaklah foto2 mereka. Tulisan2 mereka. Pengalaman mereka.

Dan itu membuatku menangis. Menangis sejadi2nya. Aku iri. Aku mau seperti mereka. Mereka tidak mendapat title S.Pd sepertiku. Banyak dari mereka tidak punya pengalaman mengajar. Tapi dari lubuk hati paling dalam, aq bisa merasakan keikhlasan mereka. Merasakan kebeningan jiwa mereka. Merasakan dengan sebenar-benarnya, merekalah para pendidik sejati. Merekalah yang patut mendapat julukan si pahlawan tanpa tanda jasa. Merekalah..

Jadi, dilembar motivasi yg mendasariku ingin jadi pengajar muda, tak cukupkah bila kutuliskan, "aku ingin menjadi seperti mereka"??

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Inilah Mereka...

Sedikit ingin membagikan keluarga kecil saya. Keluarga yg bercita-cita sama, meski dg jalan yang berbeda-beda. Kadang kami memang tidak sepaham. Kadang kala, kami juga harus menghargai tiap perbedaan. Tapi kami SATU, karena kami BERSATU.
Inilah, para potret pejuang di MA MA'ARIF AL ASY'ARI GONDANGWETAN PASURUAN.

Jumat, 04 November 2011

Saya Sedang Kesal!

Saya sedang kesal. Iya, sangat kesal. Saya teringat murid yang saya ajar secara privat di rumahnya. Usianya baru 6th. Anda tidak salah baca. Usianya baru 6th, dan saya harus mengajarinya pelajaran sekolah setiap malam. Ini fokusnya bukan karena saya yang mengajar, tapi pada usia anak tersebut. 6 tahun. Dan dy sudah duduk dikelas 1 sekolah dasar.

Orang tua anak ini, mengaku ada masalah dengan anaknya. Anaknya sudah melewati saat2 TK, dan ternyata anaknya masih belum bisa menulis dan berhitung. Sedikit tambahan, orang tuanya juga mengeluhkan anaknya yang emosinya tidak bisa terkontrol. Oke..Oke.. Saya mulai bisa sedikit meraba akar permasalahnnya.

Memang benar, anak ini belum bisa membaca. Eh, jangan ditanya bagaimana bentuk tulisannya (anda semua pasti tak bisa menebak antara huruf dan angka). Tapi, woiiiii, dy masih 6th.. Saya sedikit syok ketika melihat buku2 paket penunjang belajarnya disekolah. Belum lagi dengan tumpukan LKS dan buku2 lainnya. Saya, belum apa2 sudah pusing. Apa2an ini, pikir saya. Anak 6th, sudah harus bisa menulis dan membaca dan masih harus menerima semua pelajaran ini?

Buku2 penunjangnya juga luar biasa. Bilingual. Alias 2 bahasa. Sebelah kiri bahasa inggris, sebelah kanan bahasa indonesia. Membuka LKS nya, saya tambah takjub. Pertanyaan2 panjang dengan huruf super kecil untuk ukuran anak kelas 1sd yg belum begitu mahir membaca. Seingat saya, materi seperti ini baru diberikan saat saya menginjak kelas 4. Dan anak ini harus mendapatnya di tingkat paling dasar. Sungguh sangat disayangkan.

Kenapa akhirnya saya mendapat kesan terburu2 dalam sistem pendidikan kita?? Taman kanak-kanak yang seharusnya diisi dengan Bermain sambil Belajar, malah menjadi pengekploitasian anak. Mereka malah belajar dan sedikit bermain. Jangan dipikir saya tidak tahu kalau TK dilarang mengajarkan baca tulis pada anak didiknya. Tapi apa gunanya, ketika masuk SD mereka harus mendapat serentetan tes CaLisTung (membaca,menulis dan berhitung) bahkan salah satu orang tua murid pernah bercerita bahwa anaknya dites dengan membaca koran. Tidak masuk akal.

Aaaah, sangat disesalkan.. Saya setuju potensi anak harus ditingkatkan sedini mungkin. Tp apa harus dengan cara memperkosa haknya sebagai anak??? Penggegasan terhadap anak untuk menciptakan genius2 muda hanya membuat anak keluar dari masa kanak2nya dengan cepat. Dan ketika mereka cepat matang. Mereka akan dengan cepat busuk. Seperti buah mangga yang dikarbit. Biarkan saja mereka matang dg sendirinya. Sesuai dengan perkembangannya. Saya benar2 sangat emosi.

Yang paling tidak masuk akal adalah peLabelan yang dipakai orang dewasa untuk membedakan, mana anak yg menurut mereka "pintar" dan yang menurut mereka "bebal". Yang sanggup menuruti cara berpikir mereka dianggap hebat, sedangkan yang frustasi dan mulai yang anak sebut "mengekspresikan" diri, mereka juluki seenaknya. Sesuai dengan keinginan orang dewasa. Oh.. Sangat rentan nasib anak Indonesia..

Kekesalan saya ini, memang tidak akan merubah banyak. Hanya keprihatinan yang tak terkira. Untuk muridku tercinta ini, dan juga murid2 kecil lain yang bernasib sama.. Semoga kau kuat nak.. Menghadapi keegoisan orang dewasa.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Saat Tak Dapat

Saat mulut sudah tak sanggup lagi berkata,
Saat tingkah tak lagi sanggup menunjukkan asa,
Saat pikiran tak sanggup lg di proyeksikan dengan mimpi indah..

Itulah.. Waktunya diam...

Guru. Sebuah pilihan atau desakan??

Ketika pertama kali memasuki kampus 4th lalu ketika pertama kali mendaftar, suasananya sangat lenggang. hanya ada beberapa mahasiswa yang lalu lalang bercengkrama dengan temannya. Ya, hanya beberapa. Setelah aktif masuk kuliah, baru saya mulai bisa sedikit-sedikit jadi pengamat di sekolah tinggi tempat saya menuntut ilmu ini. Di tahun ajaran saya, terdapat 3 kelas di jurusan yang saya ampuh. Ditahun ajaran sebelumnya, terdapat hanya 2 kelas. dan sebelumnya lagi, hanya terdapat 1 kelas. Sedangkan setahun kemudian, ketika saya memasuki tahun kedua, berkembang menjadi 4 kelas. Dapat saya simpulkan, setiap tahun, peminat menjadi seorang guru, terus meningkat.

Selintas saya berpikir, apa yang menyebabkan profesi ini menjadi naik daun? Apakah kesadaran mengajar sudah menyeruak? Apakah panggilan hati unuk mendidik sudah begitu kencangnya bergema? Apakah?? Apakah?? Apakah??

Teringat beberapa tahun yang lalu ketika saya masih menginjak bangku sekolah menengah pertama, banyak orang yang mencemooh profesi ini. Tidak keren. Tidak menjanjikan. Miskin. Lalu apa kiranya yang mendasari profesi ini menjadi profesi yang sangat digemari?

Setelah bertanya kepada beberapa teman, terjawab sudahlah. Kebijakan RI pertama yang mulai memperhatikan profesi ini, menjadi alasan orang berbondong-bondong menjadi guru. Dengan iming-iming di setarakan profesi ini dengan profesi lain yang sebelumnya dianggap "elit", membuatnya menjadi primadona baru bagi para muda/mudi kita yang masih bimbang menjadi apa. Saya sih tidak menyalahkan SBY, malah mendukung penuh rencana tersebut. Semata menghargai para tetua pencerdas bangsa yang telah mengabdi terhadap negara meski title "belum keren" masih melekat erat. yang membuat miris, ramainya para calon guru ini hanya didasarkan pada iming-iming gaji semata. Aaaah... profesi guru malah akan jadi lahan komoditas baru dalam menggelembungkan rupiah. Sah-sah saja bila memang pantas mendapatkannya. Tapi, jika hanya jadi tunggangan dari desakan ekonomi, apa jadinya??? jadi sekarang para guru, termasuk saya sendiri, sebaiknya menelusuri hati hingga ujung paling dalam. Menjadi guru, sebuah pilihan atau hanya desakan????